Pengertian Hadist

0 comments


Pengertian ilmu hadits menurut terminologi, para ulama’ mendefinisikannya dengan rumusan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.[1] Dari perbedaan itu dapat dibagi menjadi 3 simpulan, yaitu :
a.       Ilmu hadits ialah ilmu tentang periwayatan segala sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah, baik mengenai perkataan beliau, perbuatan beliau, atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan nabi SAW, dan perbuatan itu tidak dilarang olehnya), atau sifat-sifat maupun tingkah laku Nabi SAW termasuk tingkah lakunya, sebelum beliau diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya, atau menukil / meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada sahabat atau tabi’in. Pengertian ini dikenal dengan istilah Ilmu Riwayatu Al-Hadits.
b.      Ilmu hadits ialah ilmu tentang sistem atau metode untuk keadaan sanad-sanad hadits dan keadaan rawi-rawi hadits seperti ini dikenal dengan istilah Ilmu Ushul Hadits.
c.       Ilmu hadits ialah ilmu tentang pembahasan terhadap makna-makna dan maksud-maksud yang dikandung oleh lafadz-lafadz hadits berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan aturan-aturan syariah, serta kesesuainnya dengan tingkah laku Nabi SAW.
Masing dari pembagian ilmu hadits di atas memiliki kegunaan masing-masing. Ilmu hadits pertama bertujuan untuk menjaga kemurnian sunnah Al-Nabawiyah, dan untuk mempubilaksikannya di kalangan umat Islam, sekaligus menjaga keabadian sunnah.
      Hadis dan Hubungannya dengan Alquran
Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan makna kandungan Al-Qur’an yang sangat dalam dan global atau li al-bayan (menjelaskan). Secara garis besar adam 4 makna fungsi (bayan) hadis terhadap Al-Qur’an, yaitu:
1.   Bayan Taqrir/ bayan ta’kid
Posisi hadis sebagai penguat (Taqrir), atau memperkuat keterangan Al-Qur’an (ta’kid).
2.   Bayan Tafsir
Posisi Hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya. Penjelasn yang diberikan ada tiga macam yaitu tafshil, Takhshish,Taqyid.
3.   Bayan Naskhi
Posisi Hadis menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4.   Bayan Tasyri’i
Posisi Hadis menciptakan hukum syari’at (tasyri’) yang belum dijelaskan oleh Al-Qur’an.
Hubungan antara hadis dan Al-Qur’an sangat integral, keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena keduanya berdasarkan waktu yang datang dari Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya, hanya proses penyampaiannya dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai peran yang utama yakni menjelaskan Al-Qur’an baik secara eksplisit dan implisit, sehingga tidak ada istilah kontra antara satu dengan lain.
Hadis dilihat dari sandarannya ada dua; pertama, disandarkan pada Nabi sendiri disebut Hadis Nabawi, kedua, disandarkan kepada Allah yang disebut Hadis Qudsi. Banyak masyarakat yang belum mengerti status dari Hadis Qudsi itu sendiri. Pada umumnya mereka terjebak nama Qudsi itu sendiri yang diartikan suci, kemudian mereka menduga bahwa semua hadis qudsi shahih.
Hadis Qudsi disebut juga Hadis Ilahi dan Hadis Rabbani. Dinamakan Qudsi (suci), ilahi (Tuhan), dan Rabbani (ketuhanan) karena ia bersumber dari Allah yang maha suci dan dinamakan hadis karena Nabi yang memberitakannya yang didasarkan dari wahyu Allah. Kata Qudsi, sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadis, sandaran Hadis kepada Tuhan tidak menunjukkan Kualitas Hadis. Oleh karena itu, tidak semua Hadis Qudsi shahih tetapi ada shahih, hasan, dha’if  tergantung persyaratan periwayatan yang dipenuhinya baik dari segi sanad maupun matan.
Jumlah hadis Qudsi tidak terlalu banyak hanya sekitar 400 buah hadis secara terulang-ulang sanad atau sekitar 100 buah hadis (ghayr mukarrar), ia tersebar dalam 7 kitab induk hadis. Mayoritas kandungan Qudsi tentang akhlak, aqidah, dan syari’ah.


[1] Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2006);hal.: 37

comments (0)

Posting Komentar